Warren Buffet, Hidupnya Konsumtif ???
Seorang Sahabat Mediator Muda, cerdas dan berprestasi kolektor beasiswa, Bro Aditya Gumay menulis “pak coba bahas,,, gmn cara merubah maindset Konsumtip menjadi produktif didunia kampus… konsumtif disini dinilai dr menghabiskan pemberian dr orangtua, terutama para anak2 kos, tetapi konsumtifnya bukan untuk dunia perkulihaan.” Tulisan yang menunjukkan kepedulian Bro Aditya Gumay terhadap teman-teman kuliahnya.
Seorang Sahabat Mediator Muda, cerdas dan berprestasi kolektor beasiswa, Bro Aditya Gumay menulis “pak coba bahas,,, gmn cara merubah maindset Konsumtip menjadi produktif didunia kampus… konsumtif disini dinilai dr menghabiskan pemberian dr orangtua, terutama para anak2 kos, tetapi konsumtifnya bukan untuk dunia perkulihaan.” Tulisan yang menunjukkan kepedulian Bro Aditya Gumay terhadap teman-teman kuliahnya.
Sahabat Mediator...
Saya jadi teringat buku yang belum lama saya baca belum lama ini
“Negeri 5 Menara”. Buku yang luar biasa menginspirasi dan menceritakan
tokoh Alif dari Maninjau, Minangkabau menempuh perjalanan ke Ponorogo.
Atas permintaan atau tepatnya perintah Ibunya agar mengikuti pendidikan
agama, Alif memilih Pondok Madani ( dalam dunia nyata bernama Pondok
Pesantren Gontor).
Di Pondok Madani, Alif dekat dengan Raja dari Medan, Said dari
Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa.
Yang mengingatkan saya antara permintaan Bro Aditya Gumay dengan buku
”Negeri 5 Menara” adalah Alif dan juga Baso untuk mencukupi kebutuhan
selama pendidikan di Pondok Madani adalah wesel dari orang tua. Wesel
yang pas-pasan terkadang kurang apalagi sampai weselnya terlambat tiba.
Bila sudah demikian Alif dan Baso akan meminjam sana sini dari
teman-temannya. Baso yang tidak memiliki orang tua dan pendidikannya
dibiayai wesel dari tetangganya yang baik hati pun pada akhirnya
menyerah ke tahun terakhir. Baso kembali ke Gowa mengurus neneknya yang
sakit dan kesulitan biaya di pondok.
Alif dan Baso yang memiliki prestasi terbaik di kelasnya mungkin
berbeda dengan teman-teman kuliah Bro Aditya Gumay yang berasal dari
keluarga yang mampu dan keuangan yang baik. Masih banyak mahasiswa
dengan keuangan orang tua yang baik melakukan tindakan konsumsif seperti
yang Bro Aditya Gumay katakan seperti ” mulai dr penggunan pulsa,,,
gk mau masak sendiri, lebih suka beli mkanan yg sudah siap
saji,,nongkrong di mall,, nonton, pacaran “.
Mungkin ada yang lebih konsumtif dari hal tersebut sampai gonta
ganti handphone atau gadget, membeli pakaian yang bermerk, dan
lain-lain. Bro Aditya Gumay di awal menggunakan kata ”mind-set
konsumtif” . Perilaku Konsumtif dapat terjadi karena pengaruh
lingkungan, gaya hidup danpergaulan. ”Mind-set konsumtif” atau tepatnya
saya mengatakan program bawah sadar terbentuk dan berjalan seringkali
otomatis tanpa disadari orangnya. Ya iyalah, namanya juga program bawah
sadar hehehe.
Bila perilaku konsumtif didukung oleh keuangan yang baik maka hal itu
tidak menjadi persoalan dalam hidup orang tersebut. Apalagi bagi
mereka yang masih berusia muda seperti mahasiswa yang sebagian besar
lebih mengutamakan menikmati hidup dengan bersenang-senang.
Kepedulian Bro Aditya Gumay dapat disikapi dengan mengajak
teman-teman kuliah atau mahasiswa lain untuk meningkatkan kesadaran
hidup sederhana. Banyak yang memiliki kekayaan berlimpah dapat hidup
sederhana seperti Warren Buffet. Warren Buffet yang justru dengan
prinsip kesederhanaannya mengantarkannya menjadi orang terkaya di dunia.
Warren Buffet yang memiliki 63 perusahaan termasuk perusahaan jet
terbesar di dunia bahkan memilih mengendarai mobilnya sendiri.
Dia mengatakan nasehatnya kepada anak-anak muda ” Uang tidak menciptakan manusia, manusialah yang menciptakan uang.Hiduplah sederhana sebagaimana dirimu sendiri. Jangan melakukan apapun yang dikatakan orang, dengarkan mereka, tapi lakukan apa yang baik saja .Jangan memakai merk, pakailah yang benar – benar nyaman untukmu. Jangan habiskan uang untuk hal – hal yang tidak benar – benar penting. Jika itu telah berhasil dalam hidupmu, berbagilah dan ajarkanlah. “
Bila Sahabat Sukses mulai menyadari perlunya mengubah perilaku
konsumtif yang cenderung menghabiskan uang lebih banyak, minimal ada 2
(dua) cara yang dapat dilakukan. Cara pertama dengan ”self-talk”, Anda dapat mempraktekkannya dengan membaca bagian artikel ”self-talk” di blog ini.
Cara kedua dengan mengubah pola penginderaan yang muncul dalam pikiran (NLP membahasakannya sebagai submodality).
Sahabat Sukses dapat mengikuti cara yang saya tunjukkan berikut ini.
Cara ini saya pergunakan pada seseorang yang katakanlah namanya Mbak
Cantik. Mbak Cantik ini sebelumnya termasuk memiliki perilaku konsumtif.
Mbak Cantik tidak bisa menahan dorongan membeli barang yang bagus namun
belum tentu dibutuhkan.
Pada saat bertemu saya, Mbak Cantik minta bantuan untuk menghilangkan
kebiasaan ini dan saat itu sedang ada dorongan besar untuk membeli
baju yang begitu diinginkannya. Berikut percakapan saya dengan Mbak
Cantik :
Saya : ” apakah ada gambar yang muncul di kepala Mbak Cantik saat membayangkan ingin membeli baju itu ? ”
Mbak Cantik : ” Ada”
Saya : ”Gambarnya besar atau kecil ?”
Mbak Cantik : ”Besar!”
Saya : ”Apakah gambarnya berwarna atau hitam putih?”
Mbak Cantik : ”Berwarna!”
Saya : ”Apakah letaknya jauh apa dekat gambar tersebut ?”
Mbak Cantik : ”Dekat!”
Saya : ”Apakah ada suaranya dalam pikiran Mbak Cantik?”
Mbak Cantik : ”Tidak ada!”
Dari percakapan sebelumnya, saya telah mendapatkan informasi Mbak Cantik memiliki representation system yang dominan adalah visual dan ini juga cocok dengan hasil penggalian percakapan di atas. Dan saya melanjutkan.
Saya : ” Nah, sekarang Mbak Cantik sebentar lagi melakukan hal yang
saya minta dengan cara yang paling nyaman menurut Mbak Cantik. Ubahlah
gambar tersebut menjadi hitam putih.”
Mbak Cantik : ”Hitam putih ya, hmmmm udah !”
Saya : ” kecilkan gambar yang sudah hitam putih tersebut ”
Mbak Cantik : ”oke”
Saya : ” Terakhir jauhkan gambar tersebut dari diri Mbak Cantik
sejauh-jauh, atau kalau Mbak Cantik mau, imajinasikan sungai yang
mengalir jauh dan gambar tersebut dibuang ke sungai kemudian mengalir
jauh sampai tidak terlihat”
Mbak Cantik : ” hmmm, sungai… menjauh , sudah !”
Saya : ” Sekarang pikirkan baju tadi, apakah masih ingin membelinya ?”
Mbak Cantik : ”Baju ya, hmmmm kok jadi biasa dan tidak ingin membelinya !”
Saya : ” Bagus dong kalau gitu, tidak ingin membeli karena memang
tidak membutuhkannya. Ke depan bila ada dorongan untuk membeli barang
yang tidak dibutuhkan, lakukan seperti tadi ya!”
Nah, itu untuk yang memiliki representation system yang visual. Untuk yang auditory dan kinestetik, perlu digali submodality yang menjadi bagian auditory dan kinestetik. Bagian yang belum terbiasa utak-atik submodality, dapat menggunakan self-talk yang juga powerful. Sahabat Sukses setelah apresiasi
menambahkan kata-kata seperti ”Bagian diriku yang mengurus tentang
perilaku membeli, mulai sekarang belilah hal-hal yang bermanfaat dan
dibutuhkan saja.”
Dengan self-talk ajaklah diri Sahabat Mediator menggunakan
uang secara bijak dan bertanggung sesuai kebutuhan. Juga menjadi
pribadi yang berprestasi sehingga ilmunya dapat dimanfaatkan untuk
mendapatkan uang ketika memasuki dunia kerja. Hidup sederhana yang dapat
mengantarkan Sahabat Sukses memiliki kekayaan berlimpah seperti Warren
Buffet.
Kembali pada kisah Negeri 5 Menara, Alif dan teman-temannya bukan
sekedar menghabiskan waktu menikmati masa muda di Pondok Pesantren.
Apalagi Alif dan Baso dari keluarga yang kurang mampu, justru
memanfaatkan kondisi keuangan yang serba kurang untuk menimba ilmu dan
meningkatkan kemampuan dengan prestasi yang baik. Kisah yang
berdasarkan kehidupan nyata penulisnya, tokoh Alif yang adalah dalam
kehiduan nyata adalah penulis buku Negeri 5 Menara pada akhirnya dapat
melanjutkan pendidikan dan bekerja di Amerika melalui beasiswa atas
prestasinya.
0 Komentar:
Posting Komentar