azis berBAGi inspirasi

Hal kecil lah yang menjadikan sesuatu itu besar, akrabnya kita kenal sebagai "Permulaan"... Mulailah berbagi inspirasi, karena berbagi itu: SHADAQAH...

azis berBAGi referensi

Hal kecil lah yang menjadikan sesuatu itu besar, akrabnya kita kenal sebagai "Permulaan"... Mulailah berbagi referensi, karena berbagi itu: SHADAQAH...

azis berBAGi hypnosist

Hal kecil lah yang menjadikan sesuatu itu besar, akrabnya kita kenal sebagai "Permulaan"... Mulailah berbagi hypnosist, karena berbagi itu: SHADAQAH...

azis berBAGi ilmu

Hal kecil lah yang menjadikan sesuatu itu besar, akrabnya kita kenal sebagai "Permulaan"... Mulailah berbagi ilmu, karena berbagi itu: SHADAQAH...

azis berBAGi pengetahuan

Hal kecil lah yang menjadikan sesuatu itu besar, akrabnya kita kenal sebagai "Permulaan"... Mulailah berbagi pengetahuan, karena berbagi itu: SHADAQAH...

Jumat, 23 Mei 2014

Perjanjian yang Dilarang (Monopoli, Monopsoni, dan Penguasaan Pasar


A. Pengantar tentang Perjanjian yang Dilarang
Dalam UU No.5/1999, perjanjian yang dilarang diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 16. Dalam Undang-Undang ini mendefenisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun,baik tertulis maupun tidak tertulis.
Perjanjian-perjanjian yang dilarang tersebut dianggap sebagai praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat. Apabila perjanjian-perjanjian yang dilarang ini ternyata tetap dibuat oleh pelaku usaha maka perjanjian yang demikian diancam batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada karena yang dijadikan sebagai objek perjanjian hal-hal yang “tidak halal”, yang dilarang oleh Undang-Undang. Sebagaimana diketahui bahwa dalam pasal 1320 dan pasal 1337 KUH Perdata diatur tentang syarat sahnya perjanjian yang salah satunya adalah adanya suatu sebab yang halal, yaitu apabila tidak dilarang oleh Undang-Undang atau tidak berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Selanjutnya,pasal 1135 KUH Perdata menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tetapi terlarang tidak mempunyai kekuatan atau dianggap tidak pernah ada.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
Menurut Shidarta[1], Aspek hukum persaingan usaha yang dimaksud dalam tulisan ini terkait dengan aspek hukum material dan formal. Kedua pasangan dimensi hukum ini tidak dapat dipisahkan mengingat keduanya sangat penting untuk dipahami sebagai satu kesatuan yang utuh. Oleh karena demikian luasnya aspek hukum persaingan usaha itu (dengan segala kompleksitas teoretis dan praktisnya). Hukum persaingan usaha mulai banyak dibicarakan seiring dengan diundangkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini disahkan tanggal 5 Maret 1999, tetapi baru efektif berlaku satu tahun kemudian.
Judul undang-undang ini memang cukup panjang karena berangkat dari hasil kompromi Pemerintah dan DPR saat itu. DPR menginginkan nama “UU Antimonopoli” untuk menunjukkan ada dorongan keras mengatasi ketidakadilan ekonomi akibat ulah kelompok usaha-usaha besar era Orde Baru. Sementara Pemerintah lebih menyukai nama “UU Persaingan Usaha yang Sehat” untuk menekankan tugas Pemerintah menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi semua pihak.
Ada banyak terminologi yang diintroduksi dalam UU No. 5 Tahun 1999 ini. Sebagian di antaranya dapat dilihat dalam ketentuan umumnya. Namun, untuk menyamakan persepsi ada beberapa diantaranya yang perlu dikemukakan.

Pertama, undang-undang ini membedakan istilah “monopoli” dan “praktek monopoli”. Kata monopoli adalah kata yang bermakna netral, yaitu penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Penguasaan demikian tidak harus berarti negatif. Ada jenis monopoli tertentu yang tidak bisa dihindari demi alasan efisiensi (natural monopoly) atau karena dilindungi oleh undang-undang (statutory monopoly). Yang dilarang adalah praktek monopoli, yang oleh undang-undang ini diartikan sebagai monopoli yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Jadi, monopoli bisa berdampak positif dan bisa negatif. Sayangnya, UU No. 5 Tahun 1999 tidak cukup konsisten untuk menggunakan pembedaan dua istilah di atas. Hal itu terlihat dari pemakaian judul Bagian Pertama dari Bab IV tentang Kegiatan yang Dilarang. Di situ dicantumkan istilah “monopoli” sebagai salah satu jenis kegiatan yang dilarang, yang seharusnya tertulis “praktek monopoli”.

Kedua, sekalipun UU No. 5 Tahun 1999 sering diberi nama lain sebagai UU Antimonopoli, pada dasarnya monopoli hanya salah satu jenis kegiatan yang disebut-sebut dalam undang-undang ini. Di samping ada bentuk-bentuk kegiatan yang dilarang, juga ada bentuk-bentuk perjanjian yang dilarang. Penyebutan UU Antimonopoli—seperti gagasan DPR saat itu—untuk menyebut UU No. 5 Tahun 1999, dengan demikian, menjadi kurang tepat. Akan lebih baik jika digunakan istilah UU Larangan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau UU Antipersaingan Curang.

B. Perjanjian yang Dilarang.
Ada banyak macam perjanjian terlarang yang telah dituliskan dalam Undang-undang, namun dalam makalah ini hanya akan membahas secara spesifik dan parsial mengenai: monopoli, monopsoni, dan penguasaan pasar.

1.    Monopoli

Secara bahasa, Monopoli berasal dari bahasa yunani, yaitu Monos dan Polein. Monos berarti sendiri, sedangkan Polien berarti penjual. Jika kedua kata tersebut digabung , saya memaknakan secara garis besar bahwa monopoli adalah “menjual sendiri” yang berarti bahwa seseorang atau suatu badan/lembaga menjadi penjual tunggal (penguasaan pasar atas penjualan atau penawaran barang ataupun jasa).[2]
Melanjutkan apa yang telah saya sebutkan diatas, dalam artikel kali ini saya akan mencoba untuk memberikan informasi mengenai pengertian monopoli dan ciri-ciri monopoli, berikut adalah penjelasannya :


Pengertian Monopoli
Monopoli adalah suatu penguasaan pasar yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan atau badan untuk menguasai penawaran pasar (penjualan produk barang dan atau jasa di pasaran) yang ditujukan kepada para pelanggannya.

Bagaimana dengan PT PLN, apakah itu suatu praktek monopoli ? Kalau menurut kami itu bisa dibilang sebuah praktek monopoli dan juga bisa dibilang bukan praktek monopoli, kenapa ? Bisa dibilang praktek monopoli karena PT PLN memanglah satu-satunya perusahaan listrik di indonesia yang menguasai pangsa pasar di indonesia. Tapi bisa juga dibilang bukan praktek monopoli karena PT PLN adalah perusahaan milik negara yang bertugas melayani para warga ataupun penduduk indonesia.

Pasar monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein, menjual) adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".[3]

Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau —lebih buruk lagi— mencarinya di pasar gelap (black market).

Ciri-Ciri Monopoli
Monopoli memiliki ciri-ciri beberapa hal[4], yaitu :
·         Penguasaan pasar, pasar akan dikuasai oleh sebagian pihak saja;
·         Produk yang ditawarkan biasanya tidak memiliki barang pengganti;
·         Pelaku praktek monopoli dapat mempengaruhi harga produk karena telah menguasai pasar;
·         Sulit bagi perusahaan lain untuk memasuki pasar;

Selain ciri-ciri monopoli diatas mungkin masih terdapat lagi ciri-ciri monopoli yang lain, yang tidak saya sebutkan diatas.




2.    Monopsoni

Pengertian Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.Kondisi Monopsoni sering terjadi didaerah-daerah Perkebunan dan industri hewan potong (ayam), sehingga posisi tawar menawar dalam harga bagi petani adalah nonsen. Perlu diteliti lebih jauh dampak fenomena ini, apakah ada faktor-faktor lain yang menyebabkan Monopsoni sehingga tingkat kesejahteraan petani berpengaruh.[5]

Pasar monopsoni adalah kegiatan jual beli di mana satu pelaku usaha/ pembeli menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan jasa dalam suatu pasar komoditas.[6] Pasar monopsoni timbul karena pengkhususan sumber untuk digunakan oleh pemakai tertentu dann imobilitas sumber yang digunakan dalam suatu daerah tertentu oleh perusahaan tertentu.

Ciri-ciri pasar monopsoni
Adapun ciri-ciri monopsoni adalah sebagai berikut:
·         Hanya ada satu pembeli.
·         Pembeli bukan konsumen, tetapi pedagang/ produsen.
·         Barang yang dijual berupa bahan mentah.
·         Harga sangat ditentukan oleh pembeli.

Kelemahan pasar monopsoni adalah pembeli bisa seenaknya menekan penjual. Produk yang tidak sesuai dengan keinginan pembeli tidak akan dibeli dan bisa terbuang.[7]
3.    Penguasaan Pasar

Penguasaan pasar merupakan proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar yang berupa[8]:

·         Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
·         Menghalangi konsumen untuk melakukan hubungan dengan pelaku usaha pesaing pada pasar bersangkutan
·         Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu

Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga melarang kegiatan penguasaan pasar oleh pelaku usaha, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain. Pasal 1 angka 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 rnerumuskan pengertian pasar adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan/atau jasa.

Dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan: Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiaran, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat[9] yaitu:

·         menolak dan/atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk rnelakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau
·         menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau
·         membatasi peredaran dan/atau penjualan barang dan/atau jasa pada pasar bersangkuran; atau melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

Dari bunyi ketentuan Pasal 19 tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, yaitu

·         menolak, menghalangi, atau menolak dan menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
·         menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungaa usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
·         membatasi peredaran, penjualan, atau peredaran dan penjualan barang, jasa, atau barang dan jasa pada pasar bersangkutan;
·         Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.




C. CONTOH KASUS[10]:

Penguasaan pasar di tangan Astro memang mengubah kebiasaan masyrakat banyak. Kini hanya mereka yang sanggup membayar Rp. 200 ribu per bulan dengan berlangganan Astro yang dapat menyaksikan sebuah liga sepakbola yang sering disebut sebagai paling kompetitif dan atraktif di dunia tersebut. Mayoritas penggemar lainnya akan hanya bisa mendengarkan cuplikan beritanya, karena satu alasan sederhana: tarif berlangganan itu terlalu tinggi untuk kondisi ekonomi mereka yang memang sangat terbatas.
Namun tentu saja, yang mengeluh bukan hanya kaum miskin. Isu ini juga diangkat oleh para pengelola lembaga penyiaran berlangganan pesaing Astro yang kehilangan salah satu program unggulan mereka. Yang dikuatirkan, monopoli di tangan Astro akan merebut pangsa pasar yang jumlahnya sudah sangat terbatas .
Dalam studi kasus monopoli siaran liga Inggris yang dilakukan oleh Astro TV banyak pasal yang bisa dikaitkan atau dikenakan, dalam pasal 19 disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa :
menolak dan atau menghalangai pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
atau mematikan usaha pesaingnya di pasar yang bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
Ada dua aspek tentang penyiaran Liga Inggris, yaitu ada hak publik dan sisi keadilan berbisnis. Hak publik harus segera dikembalikan ke publik. Masyarakat tidak mau tahu mengenai tender internasional hak siar Liga Inggris yang dimenangkan oleh ESPN Star Sport, dan untuk Indonesia hak siar tersebut dipegang hanya oleh Astro. Masyarakat hanya mengharapkan mereka bisa melihat siaran Liga Inggris dengan mudah dan gratis di TV mana pun. Mengenai aspek kedua terkait Liga Inggris, adalah dari sisi keadilan berbisnis. Hal inilah yang akan dibawa dan diselesaikan ke KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) .
Pasal lanjutan yang dikenakan adalah mengenai persekongkolan, bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain unyuk mengatur dan atau menentukan pemenag tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat . Dugaan diluncurkan para pihak yang merasa dirugikan karena diduga proses pemberian hak siar ekslusif dari ESS kepada Astro, tidak melalui mekanisme competition for the market yang wajar.
Mengenai penjualan hak siar Liga Inggris kepada Astro ini, berkembang di kalangan pertelevisian bahwa diduga dana pembelian ESS ketika memenangkan lelang tayangan Liga Inggris berasal dari Astro, sementara pihak ESS hanya bertindak sebagai broker saja.


[1] Shidarta, Catatan Seputar Hukum Persaingan Usaha, diakses 14 Mei 2014. http://business-law.binus.ac.id/2013/01/20/catatan-seputar-hukum-persaingan-usaha.htm
[2] Agus Mujtaba, Pengertian dan CIri-ciri Monopoli. Diakses 14 Mei 2014. http://pendidikan776.blogspot.com/2013/09/pengertian-monopoli-dan-ciri-ciri-monopoli.html
[3] Wikipedia: Ensiklopedia Umum, Pasar Monopoli, diakses 14 Mei 2014. http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_monopoli.htm
[4]  Ibid.
[5] Wikipedia: Ensiklopedia Umum, Monopsoni, diakses 14 Mei 2014. http://id.wikipedia.org/wiki/Monopsoni.htm.
[6] Anonymous, Pengertian Monopsoni, diakses 14 Mei 2014. http://temukanpengertian.blogspot.com/2014/01/pengertian-pasar-monopsoni.html
[7] Ibid.
[8] Odebhora, Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, diakses 14 Mei 2014. http://odebhora.wordpress.com/2011/05/17/anti-monopoli-dan-persaingan-tidak-sehat.htm
[9] Rahmat, Penguasaan Pasar, diakses 14 Mei 2014. http://ibelboyz.wordpress.com/2012/03/23/hukum-persaingan-usaha-penguasaan-pasar.htm
[10] Ibid.

Senin, 19 Mei 2014

Walimatul 'Ursy - Pesta Nikah



A.    Makna Walimatul ‘Ursy
Walimah berasal dari kata Al walmu, sinonimnya adalah Al ijtima artinya berkumpul yang menurut Al azhary adalah karena kedua suami istri itu berkumpul atau pada saat yang sama banyak orang berkumpul.
             Adapun yang dimaksud  dengan walimah itu  adalah makanan yang disediakan dalam pesta (hajat atau kenduri) atau makanan yang disediakan untuk para undangan. Dalam pengertian masyarakat kita, walimah tidak terletak pada hidangannya, tetapi pada keramaiannya walaupun tentunya tidak terlepas dari hidangan.
Sedangkan walimah dalam literatur arab secara arti kata berarti jamuan yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk perhelatan diluar perkawinan. Berdasarkan pendapat ahli bahasa diatas untuk selain kesempatan perkawinan tidak digunakan kata walimah meskipun juga menghidangkan makanan[1]. Sedangkan definisi yang terkenal di kalangan ulama walimatul ‘ursy diartikan dengan perhelatan dalam rangka mensyukuri nikmat Alloh atas telah terlaksananya akad perkawinan dengan menghidangkan makanan.

B. Hukum Walimatul ‘ursy
Hukum walimatul ‘ursy adalah sunnah menurut jumhur ulama.  Sebagian  ulama  mewajibkan  walimah  karena adanya  perintah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dan  wajibnya  memenuhi  undangan  walimah. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Abdurrahman  bin  ‘Auf  radiyallahu  ‘anhu  ketika  dia mengkhabarkan bahwa dia telah menikah   “Adakanlah walimah walaupun  hanya  dengan menyembelih  seekor kambing”  (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan juga Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam  mengadakan walimah ketika menikah dengan Zainab, Sofiyyah, dan Maimunah binti Al-Harits.  Mengenai  ukuran  atau  kadar  dari  pesta  perkawinan,  sebagian  ahli  ilmu  berperdapat  bahwa  tidak  kurang dari  satu  ekor kambing  dan  yang lebih  utama  adalah lebih  dari  itu. Seperti  yang  difahami  dari  hadits Abdurrahman  bin  ‘Auf  di  atas:  “Adakanlah  walimah walaupun  hanya  dengan  menyembelih  seekor kambing”  (HR.  Bukhari  dan  Muslim).    Dan  ini  jika diberi kelebihan  rezeki oleh Allah kepadanya. Dan jika tidak  mampu  maka  sesuai  dengan  kadar kemampuannya.  Rasulullah  juga  mengadakan walimah  ketika  menikah dengan Sofiyyah berupa makanan khais  yaitu tepung, mentega dan keju yang dicampur kemudian diletakkan diatas  nampan.  Hal  ini  menunjukkan  bolehnya mengadakan  walimah  tanpa  menyembelih  kambing  dan  juga  boleh  mengadakannya  walaupun  dengan yang lebih sederhana dari itu.

C. Batasan Walimatul ‘Ursy
            Secara terperinci tidak ditemukan dalil-dalil yang menyatakan secara jelas batasan-batasan tentang penyelenggaraan walimatul ‘ursy. Batasan walimatul ‘ursy secara garis besar adalah ketika sebuah pesta tersebut dalam penyelenggaraannya dibubuhi atau dicanpuri dengan hal-hal yang melanggar hukum syar’i.
            Pada dasarnya pesta perkawinan dalam islam lebih ditekankan pada kesederhanaan, kebahagiaan dan kesenangan (murah meriah), karena mereka (kaum muslimin yang taat) selalu mengikuti firman Allah yang artinya.:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
Dari ayat diatas seharusnya kita sebagai orang yang beriman kepada kitab suci Al-qur’an harus benar-benar memperhatikan ayat diatas.yang mana Allah yang maha pemurah dan bijaksana telah memberitahukan kepada kita bahwa Allah tidak akan membebani hambanya terhadap sesuatu hal yang memberatkan umatnya. Namun, kita sebagai umat yang dikasihani kenapa masih saja membebani diri sendiri untuk mengadakan pesta walimatul ‘ursy dengan tidak menyesuaikan kemampuan keberadaan kita hanya karena kesombongan semata.
Selain itu, sebagian dari ijma’ para ulama’ tentang hal-hal yang dapat menjadi kelonggaran kepada yang diundang dalam walimatul ‘ursy juga termasuk hal-hal yang dapat dijadikan sebagai batasan dalam penyelenggaraan walimatul ‘ursy. karena ketika para ulama telah sepakat untuk melonggarkan atau memperbolehkan kita untuk tidak menghadiri walimatul ‘ursy yang hukum asalnya wajib maka hal tersebut berarti ada hal-hal yang memang melanggar dari ketentuan syari’at Islam[2]. Adapun hal-hal tersebut adalah:
1.      Dalam walimah dihidangkan makanan dan minuman yang diyakininya tidak halal. Ketika dalam acara walimah itu kita mengetahui dengan jelas bahwa ada hidangan yang diharamkan oleh syariat islam maka acara tersebut merupakan acara yang sudah menyimpang dari apa yang diajarkan oleh Rosululloh S.A.W.karena Allah telah memerintahkan kepada kita untuk memakan makanan yang sesuai dengan perintah Allah S.W.T. yang artinya: 

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.(Q.S.Al-Baqoroh : 168)[3]
Firman diatas diperuntukkan kepada semua manusia tanpa terkecuali untuk memakan apa saja yang ada di bumi ini yang penting termasuk dalam kategori halal dan baik dan ayat terebut juga mengingatkan kepada kita untuk janganlah sekali-kali kita mengikuti perintah syaitan yang selalu membawa kita kepada kesesatan yang mana salah satu upayanya yaitu selalu membisiki kita untuk melanggar  salah satu perintah Allah yaitu memakan makanan yang haram.karena dengan kita memakan makanan tersebut maka hidayah Allah akan sulit masuk kedalam hati kita sehingga dengan begitu kita akan sulit untuk menjalankan perintah Allah S.W.T.
2.      Yang diundang hanya orang-orang kaya dan tidak mengundang orang-orang miskin.
Hal tersebut sangatlah wajar. Karena pada hakekatnya pelaksanaan walimatul ‘ursy bukan hanya sekedar untuk berpesta pora melainkan juga untuk membagi kebahagiaan kapada para fakir miskin. Hal tersebut juga telah dijelaskan dalam firman Allah S.W.T. yang artinya:
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros[4].
3.      Dalam rumah tempat  walimah itu terdapat perlengkapan yang haram.
Ketika di tempat terselenggaranya walimah tersebut terdapat perlengkapan yang diharamkan oleh agama maka acara tersebut sudah tidak sesuai dengan batasan walimah yang dianjurkan oleh agama.yang salah satunya contoh dari peralatan tersebut telah dijelaskan dalam hadits Rosul yang artinya: “Dari Hudzaifa Al-Yaman R.A. Ia berkata: Rosululoh S.A.W. bersabda: “ janganlah kamu minum dangan bejana emas dan perak dan janganlah kamu makan dengan piring emas dan  perak, karena Ia untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk Kamu nanti di akhirat.(muttafaq alaih).”[5]
Hadits diatas merupakan salah satu hadits yang menyebutkan tentang salah satu perlengkapan yang diharamkan bagi umat islam dalam setiap kesempatan.maka dari itu penulis menggunakan hadits tersebut sebagai landasan untuk batasan walimatul ‘ursy karena hadits tersebut bersifat umum. Selain itu juga termasuk perlengkapan yang tidak sesuai dengan ajaran agama adalah pemakaian cincin emas kepada mempelai pria . Karena dalam islam hukum lelaki memakai emas adalah haram. Meskipun hal tersebut sudah menjadi tradisi dalam sebagian masyarakat kita.namun dalam agama kita tetap saja tidak dibenarkan. sebagai mana dalam hadits dijelaskan:
احل الذِّهبُ وَاالحريرللا ناث من امّتي وحرِّم على ذكورها
 Artinya: “emas dan sutera dihalalkan untuk wanita dari umatku dan diharamkan atas laki-lakinya.(H.R.Ahmad, Shahih Ibnu Maajah)
4.      Dalam walimah diadakan permainan yang menyalahi aturan agama.
Satu hal lagi yang dapat dijadikan batasan dalam walimah adalah jangan sampai terdapat permainan yang dilarang oleh agama. hal tersebut telah membudaya bagi sebagian mayarakat kita. Bukan hanya permainan saja melainkan hiburan juga banyak yang menyimpang dari ajaran agama.sebagai mana yang telah menjadi tradisi di zaman sekarang yaitu dipertontonkannya para wanita dengan berbagai pakaian mini dambil menyanyikan lagu dan tidak ketinggalan sengan berbagai tariannya yang sangat tidak pantas untuk diperlihatkan kepada kalangan umum.

D.    Hukum Menghadiri Undangan Walimah
Untuk menunjukkan perhatian, memeriahkan, dan menggembirakan orang yang mengundang, maka orang yang diundangan walimah wajib mendatanginya.
"Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda :Barangsiapa tidak menghadiri undangan, sesungguhnya ia telah durhaka kepada Allah dan RasulNya." (HR Bukhari)
"Dari Ibnu Umar ra. Dia berkata :"Rasulullah telah bersabda : Apabila salah seorang diantara kamu diundang walimah pengantin, hendaklah mendatanginya. (Muttafaq alaih)
"Dalam Riwayat Muslim : Apabila seorang diantara kamu mengandung saudaranya, hendaklah memenuhi undangan tersebut, baik untuk walimah pengantin, atau sesamanya."
Adapun wajibnya mendatangi undangan walimah, apabila:
a.       Tidak ada udzur Syar'i
b.      Dalam walimah itu tidak diselenggarakan untuk perbuatan munkar.
c.       Tidak membedakan kaya dan miskin.
Jika undangan itu bersifat umum, tidak tertuju kepada orang-orang tertentu, maka tidak wajib mendatangi, tidak juga sunnah.
"Anas berkata, "Nabi Saw. menikah lalu masuk bersama istrinya. Kemudian ibuku, Ummu Sulaim membuat kue, lalu menempatkannya pada bejana. Lalu ia berkata, "Wahai saudaraku, bawalah ini kepada Rasulullah Saw. lalu aku bawa kepada beliau. Maka, sabdanya "Letakkanlah" kemudian sabdanya lagi "Undanglah si Anu dan si Anu, dan orang-orang yang kau temui" lalu saya mengundang orang-orang yang disebutkan dan saya temui" (HR Muslim)
Ada ulama yang berpendapat bahwa hokum menghadiri undangan adalah wajib kifayah. Namun ada juga ulama yang mengatakan sunnah, akan tetapi, pendapat pertamalah yang lebih jelas. Adapun hokum mendatangi undangan selain walimah, menurut jumhur ulama adalah sunnah muakkad. Sebagian golongan Syafi'ie berpendapat wajib. Akan tetapi, Ibnu Hazm menyangkal bahwa pendapat ini dari jumhur sahabat dan tabi'in, karena hadits diatas memberikan pengertian tentang wajibnya menghadiri undangan, baik undangan mempelai maupun walinya. Secara rinci, undangan itu wajib didatangi, apabila memenuhi syarat:
a.       Pengundangnya mukallaf, merdeka, dan berakal sehat.
b.      Undangannya tidak dikhususkan kepada orang-orang kaya saja, sedangkan orang miskin tidak. Hal semacam ini hukumnya adalah makruh.
"Dari Abi Hurairah r.a. bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda : Makanan yang paling jelek adalah pesta perkawinan yang tidak mengundang orang yang mau datang kepadanya (miskin), tetapi mengundang orang yang enggan datang kepadanya (kaya). Barangsiapa tidak menghadiri undangan, maka sesungguhnya ia telah durhaka kepada Allah dan RasulNya." (HR Muslim)
Dalam Riwayat lain disebutkan:
"Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, "Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya akan tetapi meninggalkan orang-orang miskin." (HR Bukhori),.

E.     Hikmah Walimah
Satu hal yang harus diketahui bahwa tak satupun ketetapan yang di amanahkan syari’ah yang tak mempunyai hikmah. Dan adapun hikmah ditetapkannya walimatul ursy diantaranya sebagai berikut:
a.       Merupakan rasa syukur kepada Allah Swt
b.      Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya
c.       Sebagai tanda resminya adanya akad nikah
d.      Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami-istri
e.       Sebagai realisasi arti sosiologi dari akad nikah
f.       Sebagai pengumuman bagi masyarakat, bahwa antara mempelai telah resmi menjadi suami istri sehingga masyarakat tidak curiga terhadap perilaku yang dilakukan oleh kedua mempelai.


[1] Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media, 2006), h.155.
[2] Qurrotul Aini, Prosesi Pernikahan, KangmoesdotCom, http://kangmoes.com/artikel-tips-trik.idemenarikkreatif.definisi/prosesi-pernikahan.html (10 Mei 2014).
[3] (Al-Qur’an dan terjemahannya)
[4] Ibid.
[5] Al-Haridh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Kitab Bulughul Maram .Surabaya :mutiara Ilmu,hlm.16.