A.
Pengantar tentang Perjanjian yang Dilarang
Dalam
UU No.5/1999, perjanjian yang dilarang diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal
16. Dalam Undang-Undang ini mendefenisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan
satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih
pelaku usaha lain dengan nama apapun,baik tertulis maupun tidak tertulis.
Perjanjian-perjanjian
yang dilarang tersebut dianggap sebagai praktik monopoli dan atau persaingan
usaha yang tidak sehat. Apabila perjanjian-perjanjian yang dilarang ini
ternyata tetap dibuat oleh pelaku usaha maka perjanjian yang demikian diancam
batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada karena yang dijadikan sebagai
objek perjanjian hal-hal yang “tidak halal”, yang dilarang oleh Undang-Undang.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam pasal 1320 dan pasal 1337 KUH Perdata diatur
tentang syarat sahnya perjanjian yang salah satunya adalah adanya suatu sebab
yang halal, yaitu apabila tidak dilarang oleh Undang-Undang atau tidak
berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Selanjutnya,pasal 1135 KUH
Perdata menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tetapi terlarang tidak
mempunyai kekuatan atau dianggap tidak pernah ada.
Pengertian
Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999
tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat
dan dapat merugikankepentingan umum.
Persaingan
Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan
cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Undang-Undang
Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat
(1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek
monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih
pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang
dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak
sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang Anti Monopoli.
Menurut
Shidarta, Aspek hukum persaingan
usaha yang dimaksud dalam tulisan ini terkait dengan aspek hukum material dan
formal. Kedua pasangan dimensi hukum ini tidak dapat dipisahkan mengingat
keduanya sangat penting untuk dipahami sebagai satu kesatuan yang utuh. Oleh
karena demikian luasnya aspek hukum persaingan usaha itu (dengan segala
kompleksitas teoretis dan praktisnya). Hukum persaingan usaha mulai banyak
dibicarakan seiring dengan diundangkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-undang ini disahkan tanggal 5 Maret 1999, tetapi baru efektif berlaku
satu tahun kemudian.
Judul
undang-undang ini memang cukup panjang karena berangkat dari hasil kompromi
Pemerintah dan DPR saat itu. DPR menginginkan nama “UU Antimonopoli” untuk
menunjukkan ada dorongan keras mengatasi ketidakadilan ekonomi akibat ulah
kelompok usaha-usaha besar era Orde Baru. Sementara Pemerintah lebih menyukai
nama “UU Persaingan Usaha yang Sehat” untuk menekankan tugas Pemerintah
menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi semua pihak.
Ada
banyak terminologi yang diintroduksi dalam UU No. 5 Tahun 1999 ini. Sebagian di
antaranya dapat dilihat dalam ketentuan umumnya. Namun, untuk menyamakan
persepsi ada beberapa diantaranya yang perlu dikemukakan.
Pertama,
undang-undang ini membedakan istilah “monopoli” dan “praktek monopoli”. Kata
monopoli adalah kata yang bermakna netral, yaitu penguasaan atas produksi
dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Penguasaan demikian tidak harus
berarti negatif. Ada jenis monopoli tertentu yang tidak bisa dihindari demi
alasan efisiensi (natural monopoly) atau karena dilindungi oleh undang-undang
(statutory monopoly). Yang dilarang adalah praktek monopoli, yang oleh
undang-undang ini diartikan sebagai monopoli yang menimbulkan persaingan usaha
tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Jadi, monopoli bisa berdampak
positif dan bisa negatif. Sayangnya, UU No. 5 Tahun 1999 tidak cukup konsisten
untuk menggunakan pembedaan dua istilah di atas. Hal itu terlihat dari
pemakaian judul Bagian Pertama dari Bab IV tentang Kegiatan yang Dilarang. Di
situ dicantumkan istilah “monopoli” sebagai salah satu jenis kegiatan yang
dilarang, yang seharusnya tertulis “praktek monopoli”.
Kedua, sekalipun UU No. 5
Tahun 1999 sering diberi nama lain sebagai UU Antimonopoli, pada dasarnya
monopoli hanya salah satu jenis kegiatan yang disebut-sebut dalam undang-undang
ini. Di samping ada bentuk-bentuk kegiatan yang dilarang, juga ada
bentuk-bentuk perjanjian yang dilarang. Penyebutan UU Antimonopoli—seperti
gagasan DPR saat itu—untuk menyebut UU No. 5 Tahun 1999, dengan demikian,
menjadi kurang tepat. Akan lebih baik jika digunakan istilah UU Larangan
Persaingan Usaha Tidak Sehat atau UU Antipersaingan Curang.
B.
Perjanjian yang Dilarang.
Ada
banyak macam perjanjian terlarang yang telah dituliskan dalam Undang-undang,
namun dalam makalah ini hanya akan membahas secara spesifik dan parsial
mengenai: monopoli, monopsoni, dan penguasaan pasar.
1. Monopoli
Secara
bahasa, Monopoli berasal dari bahasa yunani, yaitu Monos dan Polein. Monos
berarti sendiri, sedangkan Polien berarti penjual. Jika kedua kata tersebut
digabung , saya memaknakan secara garis besar bahwa monopoli adalah “menjual
sendiri” yang berarti bahwa seseorang atau suatu badan/lembaga menjadi penjual
tunggal (penguasaan pasar atas penjualan atau penawaran barang ataupun jasa).
Melanjutkan
apa yang telah saya sebutkan diatas, dalam artikel kali ini saya akan mencoba
untuk memberikan informasi mengenai pengertian monopoli dan ciri-ciri monopoli,
berikut adalah penjelasannya :
Pengertian Monopoli
Monopoli
adalah suatu penguasaan pasar yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan
atau badan untuk menguasai penawaran pasar (penjualan produk barang dan atau
jasa di pasaran) yang ditujukan kepada para pelanggannya.
Bagaimana
dengan PT PLN, apakah itu suatu praktek monopoli ? Kalau menurut kami itu bisa
dibilang sebuah praktek monopoli dan juga bisa dibilang bukan praktek monopoli,
kenapa ? Bisa dibilang praktek monopoli karena PT PLN memanglah satu-satunya
perusahaan listrik di indonesia yang menguasai pangsa pasar di indonesia. Tapi
bisa juga dibilang bukan praktek monopoli karena PT PLN adalah perusahaan milik
negara yang bertugas melayani para warga ataupun penduduk indonesia.
Pasar
monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein, menjual) adalah suatu
bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu
harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai
"monopolis".
Sebagai
penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi
harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin
sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu
pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan
dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan
menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi
(pengganti) produk tersebut atau —lebih buruk lagi— mencarinya di pasar gelap
(black market).
Ciri-Ciri Monopoli
Monopoli
memiliki ciri-ciri beberapa hal, yaitu :
·
Penguasaan pasar,
pasar akan dikuasai oleh sebagian pihak saja;
·
Produk yang
ditawarkan biasanya tidak memiliki barang pengganti;
·
Pelaku praktek
monopoli dapat mempengaruhi harga produk karena telah menguasai pasar;
·
Sulit bagi perusahaan
lain untuk memasuki pasar;
Selain
ciri-ciri monopoli diatas mungkin masih terdapat lagi ciri-ciri monopoli yang
lain, yang tidak saya sebutkan diatas.
2. Monopsoni
Pengertian Monopsoni
Monopsoni
adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar
komoditas.Kondisi Monopsoni sering terjadi didaerah-daerah Perkebunan dan
industri hewan potong (ayam), sehingga posisi tawar menawar dalam harga bagi
petani adalah nonsen. Perlu diteliti lebih jauh dampak fenomena ini, apakah ada
faktor-faktor lain yang menyebabkan Monopsoni sehingga tingkat kesejahteraan
petani berpengaruh.
Pasar
monopsoni adalah kegiatan jual beli di mana satu pelaku usaha/ pembeli
menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan jasa
dalam suatu pasar komoditas. Pasar monopsoni timbul
karena pengkhususan sumber untuk digunakan oleh pemakai tertentu dann
imobilitas sumber yang digunakan dalam suatu daerah tertentu oleh perusahaan
tertentu.
Ciri-ciri pasar monopsoni
Adapun
ciri-ciri monopsoni adalah sebagai berikut:
·
Hanya ada satu
pembeli.
·
Pembeli bukan
konsumen, tetapi pedagang/ produsen.
·
Barang yang dijual
berupa bahan mentah.
·
Harga sangat
ditentukan oleh pembeli.
Kelemahan
pasar monopsoni adalah pembeli bisa seenaknya menekan penjual. Produk yang
tidak sesuai dengan keinginan pembeli tidak akan dibeli dan bisa terbuang.
3. Penguasaan
Pasar
Penguasaan
pasar merupakan proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar yang berupa:
·
Menolak dan atau
menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada
pasar bersangkutan
·
Menghalangi konsumen
untuk melakukan hubungan dengan pelaku usaha pesaing pada pasar bersangkutan
·
Melakukan praktik
diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu
Pasal
19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga melarang kegiatan penguasaan pasar
oleh pelaku usaha, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain. Pasal 1 angka
19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 rnerumuskan pengertian pasar adalah lembaga
ekonomi di mana para pembeli dan penjual, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan/atau jasa.
Dalam
Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan: Pelaku usaha dilarang
melakukan satu atau beberapa kegiaran, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha
lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat
yaitu:
·
menolak dan/atau
menghalangi pelaku usaha tertentu untuk rnelakukan kegiatan usaha yang sama
pada pasar bersangkutan; atau
·
menghalangi konsumen
atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha
dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau
·
membatasi peredaran dan/atau
penjualan barang dan/atau jasa pada pasar bersangkuran; atau melakukan praktik
diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Dari
bunyi ketentuan Pasal 19 tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan yang
dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan
pasar yang merupakan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat,
yaitu
·
menolak, menghalangi,
atau menolak dan menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan
usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
·
menghalangi konsumen
atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungaa usaha
dengan pelaku usaha pesaingnya;
·
membatasi peredaran,
penjualan, atau peredaran dan penjualan barang, jasa, atau barang dan jasa pada
pasar bersangkutan;
·
Melakukan praktik
diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Penguasaan
pasar di tangan Astro memang mengubah kebiasaan masyrakat banyak. Kini hanya
mereka yang sanggup membayar Rp. 200 ribu per bulan dengan berlangganan Astro
yang dapat menyaksikan sebuah liga sepakbola yang sering disebut sebagai paling
kompetitif dan atraktif di dunia tersebut. Mayoritas penggemar lainnya akan
hanya bisa mendengarkan cuplikan beritanya, karena satu alasan sederhana: tarif
berlangganan itu terlalu tinggi untuk kondisi ekonomi mereka yang memang sangat
terbatas.
Namun
tentu saja, yang mengeluh bukan hanya kaum miskin. Isu ini juga diangkat oleh
para pengelola lembaga penyiaran berlangganan pesaing Astro yang kehilangan
salah satu program unggulan mereka. Yang dikuatirkan, monopoli di tangan Astro
akan merebut pangsa pasar yang jumlahnya sudah sangat terbatas .
Dalam
studi kasus monopoli siaran liga Inggris yang dilakukan oleh Astro TV banyak
pasal yang bisa dikaitkan atau dikenakan, dalam pasal 19 disebutkan bahwa
pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan baik sendiri maupun
bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa :
menolak
dan atau menghalangai pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang
sama pada pasar bersangkutan
atau
mematikan usaha pesaingnya di pasar yang bersangkutan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
Ada
dua aspek tentang penyiaran Liga Inggris, yaitu ada hak publik dan sisi
keadilan berbisnis. Hak publik harus segera dikembalikan ke publik. Masyarakat
tidak mau tahu mengenai tender internasional hak siar Liga Inggris yang
dimenangkan oleh ESPN Star Sport, dan untuk Indonesia hak siar tersebut
dipegang hanya oleh Astro. Masyarakat hanya mengharapkan mereka bisa melihat
siaran Liga Inggris dengan mudah dan gratis di TV mana pun. Mengenai aspek
kedua terkait Liga Inggris, adalah dari sisi keadilan berbisnis. Hal inilah
yang akan dibawa dan diselesaikan ke KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) .
Pasal
lanjutan yang dikenakan adalah mengenai persekongkolan, bahwa pelaku usaha
dilarang bersekongkol dengan pihak lain unyuk mengatur dan atau menentukan
pemenag tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak
sehat . Dugaan diluncurkan para pihak yang merasa dirugikan karena diduga
proses pemberian hak siar ekslusif dari ESS kepada Astro, tidak melalui
mekanisme competition for the market yang wajar.
Mengenai penjualan
hak siar Liga Inggris kepada Astro ini, berkembang di kalangan pertelevisian
bahwa diduga dana pembelian ESS ketika memenangkan lelang tayangan Liga Inggris
berasal dari Astro, sementara pihak ESS hanya bertindak sebagai broker saja.