azis berBAGi inspirasi

Hal kecil lah yang menjadikan sesuatu itu besar, akrabnya kita kenal sebagai "Permulaan"... Mulailah berbagi inspirasi, karena berbagi itu: SHADAQAH...

azis berBAGi referensi

Hal kecil lah yang menjadikan sesuatu itu besar, akrabnya kita kenal sebagai "Permulaan"... Mulailah berbagi referensi, karena berbagi itu: SHADAQAH...

azis berBAGi hypnosist

Hal kecil lah yang menjadikan sesuatu itu besar, akrabnya kita kenal sebagai "Permulaan"... Mulailah berbagi hypnosist, karena berbagi itu: SHADAQAH...

azis berBAGi ilmu

Hal kecil lah yang menjadikan sesuatu itu besar, akrabnya kita kenal sebagai "Permulaan"... Mulailah berbagi ilmu, karena berbagi itu: SHADAQAH...

azis berBAGi pengetahuan

Hal kecil lah yang menjadikan sesuatu itu besar, akrabnya kita kenal sebagai "Permulaan"... Mulailah berbagi pengetahuan, karena berbagi itu: SHADAQAH...

Senin, 17 November 2014

Dampak Isu Haramnya Walls Magnum

A. Profil Singkat Perusahaan Walls
Wall's adalah merek makanan asal Inggris yang mencakup produksi daging dan es krim yang dimiliki oleh Unilever. Perusahan ini didirikan di London pada tahun 1786 oleh Terence Banyard, diakuisisi pada tahun 1922 oleh Lever Brothers, yang menjadi bagian dari Unilever pada tahun 1930. Pada suatu musim panas, demi menghindari PHK akibat pelemahan pangsa pasar daging sebagai produk intinya, Wall's memproduksi berbagai es krim pada tahun 1922. Unilever menjual produk daging dan lisensi untuk menggunakan merek Wall's seperti di Britania Raya pada tahun 1996 untuk Kerry Group. Wall's itu sendiri kini sebagai inti dari bisnis es krim global dari Unilever Heartbrand. Penggunaan merek dagang Wall's digunakan saat ini di Tiongkok, Hong Kong, India, Indonesia, Yordania, Lebanon, Malaysia, Maldives, Mauritius, Pakistan, Filipina, Qatar, Arab Saudi, Spanyol, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Uni Emirat Arab, dan Vietnam.[1]


B.        Ice cream Walls Magnum dalam isu
berawal beberapa tahun yang lalu, isu haramnya ice cream Walls Magnum begitu marak bahkan masih menjadi polemik oleh sebagian kalangan di Indonesia. Pasalnya, ternyata ada kode E472 pada komposisi yang dicantumkan dibungkus ice cream tersebut yang artinya mengandung LEMAK BABI, tapi anehnya bisa dapat LOGO HALAL MUI.
Ada begitu banyak isu terkait dengan halal haramnya suatu produk, salah satunya adalah ice cream walls magnum, beredar begitu pesat melalui jaringan internet baik sosial media ataupun blog-blog yang mentemakan isu ini karena dianggap penting demi halal haramnya produk yang akan dikonsumsi masyarakat muslim dunia. Adapun salah satu isu yang kami angkat dari internet dalam makalah ini berasal dari tulisan Sultan Fatah terkait haramnya ice cream Walls Magnum.[2]
Kode Babi Pada Makanan Kemasan (Oleh Dr.M.Anjad Khan). Shaikh Sahib bekerja sebagai pegawai di Badan Pengawasan Obat & Makanan (POM) di Pegal, Perancis. Tugasnya adalah mencatat semua merek barang, makanan dan obat-obatan. Produk apapun yang akan disajikan suatu perusahaan ke pasaran, bahan-bahan produk tersebut harus terlebih dahulu mendapat ijin dari Badan pengawas Obat dan Makanan Prancis dan Shaikh Sahib bekerja di Badan tersebut di bagian QC (QualityCheck), oleh sebab itu dia mengetahui berbagai macam bahan makanan yang dipasarkan.
Banyak dari bahan-bahan tersebut dituliskan dengan istilah ilmiah namun ada juga beberapa yang dituliskan dalam bentuk matematis seperti E-904, E-141.
Awalnya, saat Shaikh Sahib menemukan bentuk matematis tersebut, dia penasaran dan kemudian menanyakan kode matematis tersebut kepada seorang perancis yang berwenang dalam bidang itu dan orang tersebut menjawab “do your job and don’t ask to much”. Jawaban tersebut menimbulkan kecurigaan buat Shaikh Sahib dan dia kemudian mulai mencari tahu kode matematis tersebut dalam dokumen yang ada. Ternyata apa yang dia temukan cukup mengagetkan kaum muslim di dunia. Hampir di seluruh negara barat termasuk Eropa, pilihan utama untuk daging adalah daging babi.
Peternakan babi sangat banyak di negara-negara tersebut. Di perancis sendiri jumlah peternakan babi mencapai lebih dari 42.000. Jumlah kandungan lemak dalam tubuh babi sangat tinggi dibandingkan dengan hewan lainnya. Namun orang eropa dan amerika berusaha menghindari lemak-lemak tersebut.
Kemudian yang menjadi pertanyaan, dikemanakan lemak-lemak babi tersebut? jawabannya adalah: Babi-babi tersebut dipotong di rumah-rumah jagal dalam pengawasan Badan POM dan yang membuat pusing Badan tersebut adalah membuang lemak yang sudah dipisahkan dari daging babi.
Dahulu beberapa dekade (60-an tahun) yang lalu, lemak-lemak tersebut dibakar. Kemudian mereka berpikir untuk memanfaatkan lemak-lemak tersebut. Sebagai awal uji cobanya mereka membuat sabun dengan bahan lemak tersebut dan ternyata itu berhasil. Lemak-lemak tersebut diproses secara kimiawi, dikemas sedemikian rupa dan dipasarkan.
Pada saat itu negara-negara di Eropa memberlakukan aturan yang mengharuskan bahan-bahan dari setiap produk makanan, obat-obatan harus dicantumkan pada kemasan. Oleh karena itu bahan yang terbuat dari lemak babi dicantukam dengan nama Pig Fat (lemak babi) pada kemasan produk. Mereka yang sudah tinggal di Eropa selama 40 tahun terakhir ini mengetahui hal tersebut dan produk dengan bahan lemak babi tersebut dilarang masuk ke negara-negara Islam sehingga menimbulkan defisit perdagangan bagi Negara pengekspor.
Menoleh ke masa lalu lainnya, jika anda hubungkan dengan Asia Tenggara, anda mungkin tahu tentang faktor yang menimbulkan perang saudara.
Pada saat itu, peluru senapan dibuat di Eropa dan diangkut ke belahan benua melalui jalur laut. Perjalanannya memakan waktu berbulan-bulan hingga mencapai tempat tujuan sehingga bubuk mesiu yang ada di dalamnya mengalami kerusakan karena terkena air laut. Kemudian mereka mendapatkan ide untuk melapisi peluru tersebut dengan lemak babi. Saat berita mengenai pelapisan tersebut tersebar dan sampai ketelinga tentara yang kebanyakan Muslim dan beberapa Vegetarian sehingga tentara-tentara tersebut menolak berperang sehingga mengakibatkan perang saudara (civil war).
Negara-negara Eropa mengakui fakta tersebut dan kemudian menggantikan penulisan lemak babi dalam kemasan dengan menuliskan lemak hewan. Semua orang yang tinggal di Eropa sejak tahun 1970-an mengetahuinya. Saat perusahaan produsen ditanya oleh pihak berwenang dari negara Islam mengenai lemak hewan tersebut, maka jawabannya bahwa lemak tersebut adalah lemak sapi & domba, walaupun demikian lemak-lemak tesebut haram bagi muslim karena penyembelihan hewan ternak tersebut tidak mengikuti syariat Islam. Oleh karena itu produk dengan label baru tersebut dilarang masuk ke negara-negara islam. Sebagai akibatnya, perusahan-perusaha produsen menghadapi masalah keuangan yang sangat serius karena 75% penghasilan mereka diperoleh dengan menjual produknya ke Negara islam, dimana laba penjualan ke negara islam bisa mencapai milliaran dolar.
Akhirnya mereka memutuskan untuk membuat kodifikasi bahasa yang hanya dimengerti oleh Badan POM sementara orang awam tidak mengetahuinya. Kode tersebut diawali dengan kode E-CODES.
E-INGREDIENTS ini terdapat di banyak produk perusahaan multinasional termasuk pasta gigi, sejenis permen karet, cokelat, gula-gula, biscuit, makanan kaleng, buah-buahan kalengan dan beberapa multi vitamin dan masih banyak lagi jenis produk makanan & obat-obatan lainnya. Semenjak produk-produk tersebut di atas banyak dikonsumsi oleh negara-negara muslim, kita sebagai masyarakat muslim tidak terkecuali sedang menghadapi masalah penyakit masyarakat yakni hilangnya rasa malu, kekerasan, dll akibat memakan makanan yang tidak halal.
Oleh karenanya, sangat penting untuk memeriksa terlebih dahulu bahan-bahan produk yang akan kita konsumsi dan mencocokannya dengan daftar kode E-CODES berikut ini.
Jika ditemukan kode-kode berikut ini dalam kemasan produk yang akan kita beli, maka hendaknya dapat dihindari karena produk dengan kode-kode tersebut di bawah ini mengandung lemak babi:

E100, E110, E120, E 140, E141, E153, E210, E213, E214, E216, E234,E252,E270, E280, E325,E326, E327, E334, E335, E336, E337, E422, E430,E431, E432, E433,E434, E435, E436, E440,E470, E471, E472, E473, E474, E475,E476, E477, E478, E481, E482, E483, E491, E492, E493,E494, E495, E542,E570, E572, E631, E635, E904.


C.        Klarifikasi MUI terhadap Isu Haramnya Walls Magnum
Pada dasarnya MUI sebagai suatu lembaga yang dimandatkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia untuk memastikan halal haramnya suatu produk melalui LP.POM tidak pernah menegaskan secara resmi apakah Walls Magnum tersebut halal ataupun haram. Namun demikian, MUI melalui situs web resminya telah menyatakan hal serupa terkait suatu produk lain dan dapat dijadikan ‘kiyas’ oleh masyarakat bahwa ice cream Walls Magnum tidaklah haram melainkan halal 100%. Lukmanul Hakim selaku direktur LP.POM MUI mengaku terkejut ketika dikonfirmasi oleh www.hidayatullah.com dan membantah isu tersebut.
Demikian penjelasan LPPOM MUI tentang Kode E471 dalam produk Luwak White Koffie dalam kasus yang sama dengan Ice Cream Walls Magnum.

“Sehubungan dengan semakin maraknya pemberitaan mengenai kandungan E471 pada Luwak White Koffie, maka untuk menghindari kebingungan masyarakat berkaitan dengan hal tersebut, bersama ini LPPOM MUI menyampaikan penjelasan sebagai berikut:

1. Luwak White Koffie yang selama ini diberitakan, telah memiliki sertifikat halal LPPOM MUI Provinsi Jawa Tengah, dengan masa berlaku Sertifikat Halal hingga tanggal 29 Desember 2013 dan nomor sertifikat 1512005281211.

2. Mengenai ingredient yang diduga oleh masyarakat berasal dari Babi adalah emulsifier E471. Kode E sendiri merupakan standar internasional untuk aditif dalam produk pangan (Bahan Tambahan Pangan). Bahan-bahan tersebut dapat berupa bahan pewarna, bahan pengawet, bahan pengasam, bahan pemanis, bahan penstabil, bahan pengemulsi, maupun senyawa antioksidan. Adapun E471 merupakan mono dan diglyceride dari fatty acid yang bisa berasal dari hewani maupun nabati.

3. Emulsifier E471 yang digunakan Luwak White Koffie merupakan bahan yang terdapat pada krimer sebagai salah satu bahan pada Luwak White Koffie tersebut. Dan Krimer pada Luwak White Koffie tersebut diperoleh dari Krimer yang sudah memiliki sertifikat halal LPPOM MUI Pusat. Bahan tersebut sudah dilakukan pengkajian secara mendalam dan berasal dari bahan nabati yang halal.

Demikian penjelasan ini disampaikan agar masyarakat memahami dan tidak perlu ragu untuk senantiasa mengonsumsi produk yang telah bersertifikat halal MUI.

Bogor, 17 April 2013
Direktur LPPOM MUI


Ir. Lukmanul Hakim, M.Si” [3]


Terdapat juga beberapa ulasan di internet terkait isu tersebut menegaskan bahwa itu semua adalah ‘HOAX’. Berikut note salah seorang pengguna facebook dengan ID Halfino Berry yang memberikan penjelasan terkait haramnya Walls Magnum hanyalah sebatas isu.

“Luar biasa cepatnya sebaran informasi lewat internet. Belum genap sehari seorang mengangkat artikel yang menyebutkan bahwa es krim MAGNUM mengandung lemak babi via Facebook, hebohnya sudah ke mana-mana. Satu hal memang jelas, es krim ini punya marketing yang baik, sehingga diburu-buru banyak orang. Tak heran ketika isu ini mencuat, puluhan orang merasa tertohok: benarkah? apakah saya sudah termakan barang haram?

Sayangnya, semua keributan ini bersumber dari ketidakcermatan dalam menyikapi informasi di internet. Di internet banyak informasi yang bermanfaat, pun tak kurang banyaknya apa yang kita kenal sebagai Hoax, informasi bohong. Pengangkat isu ini dengan penuh ghirah merasa sudah menjalankan kewajiban sebagai umat muslim yang baik, namun sayang mendasarkannya pada informasi yang tak diuji dan dicek ulang kesahihannya.

Terkait isu kode E untuk unsur-unsur makanan, sejak 2007 beredar artikel oleh seseorang yang menamakan diri Dr. M. Amjad Khan, dan untuk memperkuat otoritasnya, menyebutkan institusinya Medical Research Institute, United States. Siapakah dia? Kalau kita gunakan mesin-mesin pencari, maka tak lain kita temukan seorang aktor India, atau beberapa orang bernama demikian di Pakistan. Tak ada nama Amjad Khan dengan titel Dr. dari AS di internet terkait dengan hasil riset ilmiah, kecuali artikel tentang lemak babi tersebut yang sudah dicopy-paste berkali-kali. Demikian pula dengan nama lembaga yang dipakainya, tidak ditemukan pula keberadaannya, karena nama itu hanyalah nama generik lembaga.

Kemudian, mari kita membongkar isi artikelnya. Dari berbagai informasi di dalamnya, akan ditemui banyak kontradiksi dengan fakta-fakta sebenarnya. Dan lebih parah lagi, penjelasan tentang kode-kode yang disebutkan ternyata salah.

Inilah kode-kode E yang disebutkan dalam artikel tersebut sebagai berasal dari lemak babi:

E100, E110, E120, E 140, E141, E153, E210, E213, E214, E216, E234,E252,E270, E280, E325,E326, E327, E334, E335, E336, E337, E422, E430,E431, E432, E433,E434, E435, E436, E440,E470, E471, E472, E473, E474, E475,E476, E477, E478, E481, E482, E483, E491, E492, E493,E494, E495, E542,E570, E572, E631, E635, E904.

Data-data tentang kode ini sendiri bukan rahasia. Tentang Kode E atau E Number bisa dibaca detailnya lewat Wikipedia. Tentang Kode E dengan saran untuk konsumen muslim bisa kita dapatkan misalnya pada website http://www.guidedways.com/halalfoodguide.php. Kode E atau E number sendiri adalah istilah untuk zat aditif buatan (artificial food additives).

Ternyata kode yang dicantumkan dalam artikel tersebut bukanlah kode untuk lemak babi, melainkan kode yang merujuk pada banyak jenis bahan. Bahkan,dari yang didaftarkan ternyata hanya 4 bahan yang haram, yang lain berkategori halal atau tergantung sumbernya. Yang dinyatakan haram itu, misal E120 ternyata bukan karena berasal dari babi, tatapi pewarna yang berasal dari serangga. Berikut daftar lengkapnya:

E100 (halal), E110 (halal), E120 (haram), E 140 (halal), E141 (halal), E153 (halal), E210 (halal), E213 (halal), E214 (halal), E216 (halal), E234 (halal), E252 (tergantung), E270 (tergantung), E280 (halal), E325 (tergantung), E326 (tergantung, E327 (tergantung, E334 (halal), E335 (halal), E336 (halal), E337 (halal), E422 (halal), E430 (tergantung), E431 (tergantung), E432 (tergantung), E433 (tergantung), E434 (tergantung), E435 (tergantung), E436 (tergantung), E440 (haram), E470 (tergantung), E471 (tergantung), E472 (tergantung), E473 (tergantung), E474 (tergantung), E475 (tergantung), E476 (halal), E477 (tergantung), E478 (tergantung), E481 (tergantung), E482 (tergantung), E483 (tergantung), E491 (tergantung), E492 (tergantung), E493 (tergantung), E494 (tergantung), E495 (tergantung), E542 (haram), E570 (tergantung), E572 (tergantung), E631 (tidak ada kode ini), E635 (tidak ada kode ini), E904 (haram).

Bagaimana dengan E472? E472 termasuk kategori emulsifier, yang kehalalannya tergantung dari sumbernya. Berikut rinciannya:

E472 = Esters of mono- and diglycerides
E472a = Acetic acid esters of mono- and diglycerides
E472b Lactic acid esters of mono- and diglycerides
E472c = Citric acid esters of mono- and diglycerides
E472d Tartaric acid esters of mono- and diglycerides
E472e = Diacetyltartaric acid esters of mono- and diglycerides
E472f = Mixed esters (tartaric, acetic) of mono- and diglycerides

Kandungan bahan haram (senyawa turunan babi) pada emulsifier atau stabilizer bisa dicek menggunakan berbagai perangkat analisis kimia seperti: Polymerase Chain Reaction (PCR), Gas Chromatography – Mass Spectrum (GC MS), atau Fourier Transform Infra Red (FTIR). Perangkat-perangkat analisis tersebut cukup efektif dalam mendeteksi kandungan babi dalam suatu bahan. Semua bahan yang mengandung DNA babi hampir dapat dipastikan tidak dapat lolos melalui uji alat tersebut.

Jadi karena kode E471 bisa berasal dari babi maupun kedelai, maka cara untuk mengetahui apakan kandungan makanan itu haram atau halal tetap merujuk pada uji yang dilakukan oleh MUI, kalau sudah mendapatkan sertifikat halal, ya bisa dipastikan bahwa pengemulsi (emulsifier) tersebut berasal dari kedelai bukan dari lemak babi.” [4]

Dengan demikian, kita dapat ‘mengelus dada’ sembari menanamkan rasa aman dan tenang dalam hati dan menghapus segala keraguan yang telah muncul akibat isu-isu yang terus berkembang. Tak tinggal diam, MUI pun menegaskan melalui www.hidayatullah.com bahwa halal dan haramnya produk yang akan dikonsumsi oleh masyarakat muslim, khususnya, bukanlah perkara yang sederhana.


D.        Dampak Isu Haram terkait Walls Magnum di Indonesia
Hal yang berbau kontroversi memang selalu membawa polemik serta pro dan kontra. Demikian pula halnya terkait dampak dari isu haramnya suatu produk, dalam hal ini, ice cream Walls Magnum memunculkan dampak positif dan dampak negatif.
Berikut dampak positif ataupun negatif dari hasil amatan dan survei kami baik di dunia fisik (kuisioner untuk 20 orang) dan dunia maya (vote, komentar, ulasan, dll).

1.       Dampak Negatif
a.      Muncul Keresahan
Bagaimanapun, setiap isu buruk bagi masyarakat pasti akan menimbulkan keresahan, tak terkecuali isu haramnya ice cream walls magnum. Bahkan, masyarakat yang sering bahkan hobi mengonsumsi ice cream tersebut merasa sulit untuk menghindari produk tersebut meski telah mendengar isu haramnya walls magnum. Keadaan ini menciptakan rasa resah yang berkepanjangan.

b.      Keraguan terhadap Pemerintah
MUI yang telah diberi mandat oleh Pemerintah untuk memberi sertifikasi halal melalui LP.POMnya telah memberikan klarifikasi terkait isu haramnya walls magnum. Namun hal tersebut tak serta merta mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

c.       Acuhnya Masyarakat
Pada dasarnya, acuhnya masyarakat bukanlah dampak langsung akibat munculnya isu haramnya walls magnum. Namun dari hasil penelitian kami yang bervariasi menunjukkan bahwa tidak sedikit pula masyarakat Indonesia yang mengaku tidak tahu bahkan acuh terkait berita haram atau halalnya suatu produk.


2.       Dampak Positif
a.      Kewaspadaan dalam Mengonsumsi
Terlepas dari benar atau tidaknya isu yang berkembang, masyarakat tidak ingin terjerumus pada lubang yang sama. Kehawatiran masyakat jelas akan menimbulkan rasa kewaspadaan. Menurut hemat kami, itu adalah hal yang dapat diasumsikan sebagai konsekuensi logis.

b.      Masyarakat yang Kritis
Meski tak sedikit masyarakat yang acuh terhadap isu-isu yang berkembang, tak sedikit pula masyarakat yang kemudian ‘membuka mata’ dan tersadar bahwa tidak semua produk yang dikonsumsi adalah halal meski telah terlabeli halal oleh pemerintah. Oleh karena itu, kejadian ini haruslah menjadi pelajaran dan selalu diawasi langsung oleh konsumen.

c.       Memunculkan Fasilitas
Baru-baru ini, tepatnya 5 November 2014, MUI melalui laman  resminya www.halalmui.org telah menfasilitasi masyarakat Indonesia untuk bisa bertanya langsung kepada lembaga yang berwenang tersebut tidak hanya melalui email, namun masyarakat pengguna telkomsel dapat langsung bertanya melalui sms terkait halal haramnya suatu produk. Caranya adalah: ketik: HALAL<spasi>NAMA_MEREK dikirim ke: 9855 (tariff Rp.550/sms). Tentu fasilitas ini muncul karena banyaknya isu-isu yang beredar di Indonesia terkait halal dan haramnya produk yang sering dikonsumsi.


[1] Wikipedia, Ensiklopedia Bebas: Walls, http://id.wikipedia.org/wiki/Wall's.htm diakses 9 November 2014.
[2] Sultan Fatah, Awas Magnum Haram, http://www.pulsk.com/124150/AWAS-MAGNUM-HARAM-Walls-Membodohi-kita.html diakses 9 November 2014.
[3] LP.POM MUI, Penjelasan LPPOM MUI tentang Kode E471 dalam Produk Luwak White Koffie, http://www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/detil_page/8/1412/30/1.htm diakses 9 November 2014
[4] Halfino Berry, Kode e472 pada Magnum bukan Berarti Lemak Babi, https://www.facebook.com/notes/halfino-berry/kode-e472-pada-magnum-bukan-berarti-kode-lemak-babi/10150116360971606.htm diakses 9 November 2014.

Jumat, 23 Mei 2014

Perjanjian yang Dilarang (Monopoli, Monopsoni, dan Penguasaan Pasar


A. Pengantar tentang Perjanjian yang Dilarang
Dalam UU No.5/1999, perjanjian yang dilarang diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 16. Dalam Undang-Undang ini mendefenisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun,baik tertulis maupun tidak tertulis.
Perjanjian-perjanjian yang dilarang tersebut dianggap sebagai praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat. Apabila perjanjian-perjanjian yang dilarang ini ternyata tetap dibuat oleh pelaku usaha maka perjanjian yang demikian diancam batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada karena yang dijadikan sebagai objek perjanjian hal-hal yang “tidak halal”, yang dilarang oleh Undang-Undang. Sebagaimana diketahui bahwa dalam pasal 1320 dan pasal 1337 KUH Perdata diatur tentang syarat sahnya perjanjian yang salah satunya adalah adanya suatu sebab yang halal, yaitu apabila tidak dilarang oleh Undang-Undang atau tidak berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Selanjutnya,pasal 1135 KUH Perdata menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tetapi terlarang tidak mempunyai kekuatan atau dianggap tidak pernah ada.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
Menurut Shidarta[1], Aspek hukum persaingan usaha yang dimaksud dalam tulisan ini terkait dengan aspek hukum material dan formal. Kedua pasangan dimensi hukum ini tidak dapat dipisahkan mengingat keduanya sangat penting untuk dipahami sebagai satu kesatuan yang utuh. Oleh karena demikian luasnya aspek hukum persaingan usaha itu (dengan segala kompleksitas teoretis dan praktisnya). Hukum persaingan usaha mulai banyak dibicarakan seiring dengan diundangkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini disahkan tanggal 5 Maret 1999, tetapi baru efektif berlaku satu tahun kemudian.
Judul undang-undang ini memang cukup panjang karena berangkat dari hasil kompromi Pemerintah dan DPR saat itu. DPR menginginkan nama “UU Antimonopoli” untuk menunjukkan ada dorongan keras mengatasi ketidakadilan ekonomi akibat ulah kelompok usaha-usaha besar era Orde Baru. Sementara Pemerintah lebih menyukai nama “UU Persaingan Usaha yang Sehat” untuk menekankan tugas Pemerintah menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi semua pihak.
Ada banyak terminologi yang diintroduksi dalam UU No. 5 Tahun 1999 ini. Sebagian di antaranya dapat dilihat dalam ketentuan umumnya. Namun, untuk menyamakan persepsi ada beberapa diantaranya yang perlu dikemukakan.

Pertama, undang-undang ini membedakan istilah “monopoli” dan “praktek monopoli”. Kata monopoli adalah kata yang bermakna netral, yaitu penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Penguasaan demikian tidak harus berarti negatif. Ada jenis monopoli tertentu yang tidak bisa dihindari demi alasan efisiensi (natural monopoly) atau karena dilindungi oleh undang-undang (statutory monopoly). Yang dilarang adalah praktek monopoli, yang oleh undang-undang ini diartikan sebagai monopoli yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Jadi, monopoli bisa berdampak positif dan bisa negatif. Sayangnya, UU No. 5 Tahun 1999 tidak cukup konsisten untuk menggunakan pembedaan dua istilah di atas. Hal itu terlihat dari pemakaian judul Bagian Pertama dari Bab IV tentang Kegiatan yang Dilarang. Di situ dicantumkan istilah “monopoli” sebagai salah satu jenis kegiatan yang dilarang, yang seharusnya tertulis “praktek monopoli”.

Kedua, sekalipun UU No. 5 Tahun 1999 sering diberi nama lain sebagai UU Antimonopoli, pada dasarnya monopoli hanya salah satu jenis kegiatan yang disebut-sebut dalam undang-undang ini. Di samping ada bentuk-bentuk kegiatan yang dilarang, juga ada bentuk-bentuk perjanjian yang dilarang. Penyebutan UU Antimonopoli—seperti gagasan DPR saat itu—untuk menyebut UU No. 5 Tahun 1999, dengan demikian, menjadi kurang tepat. Akan lebih baik jika digunakan istilah UU Larangan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau UU Antipersaingan Curang.

B. Perjanjian yang Dilarang.
Ada banyak macam perjanjian terlarang yang telah dituliskan dalam Undang-undang, namun dalam makalah ini hanya akan membahas secara spesifik dan parsial mengenai: monopoli, monopsoni, dan penguasaan pasar.

1.    Monopoli

Secara bahasa, Monopoli berasal dari bahasa yunani, yaitu Monos dan Polein. Monos berarti sendiri, sedangkan Polien berarti penjual. Jika kedua kata tersebut digabung , saya memaknakan secara garis besar bahwa monopoli adalah “menjual sendiri” yang berarti bahwa seseorang atau suatu badan/lembaga menjadi penjual tunggal (penguasaan pasar atas penjualan atau penawaran barang ataupun jasa).[2]
Melanjutkan apa yang telah saya sebutkan diatas, dalam artikel kali ini saya akan mencoba untuk memberikan informasi mengenai pengertian monopoli dan ciri-ciri monopoli, berikut adalah penjelasannya :


Pengertian Monopoli
Monopoli adalah suatu penguasaan pasar yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan atau badan untuk menguasai penawaran pasar (penjualan produk barang dan atau jasa di pasaran) yang ditujukan kepada para pelanggannya.

Bagaimana dengan PT PLN, apakah itu suatu praktek monopoli ? Kalau menurut kami itu bisa dibilang sebuah praktek monopoli dan juga bisa dibilang bukan praktek monopoli, kenapa ? Bisa dibilang praktek monopoli karena PT PLN memanglah satu-satunya perusahaan listrik di indonesia yang menguasai pangsa pasar di indonesia. Tapi bisa juga dibilang bukan praktek monopoli karena PT PLN adalah perusahaan milik negara yang bertugas melayani para warga ataupun penduduk indonesia.

Pasar monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein, menjual) adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".[3]

Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau —lebih buruk lagi— mencarinya di pasar gelap (black market).

Ciri-Ciri Monopoli
Monopoli memiliki ciri-ciri beberapa hal[4], yaitu :
·         Penguasaan pasar, pasar akan dikuasai oleh sebagian pihak saja;
·         Produk yang ditawarkan biasanya tidak memiliki barang pengganti;
·         Pelaku praktek monopoli dapat mempengaruhi harga produk karena telah menguasai pasar;
·         Sulit bagi perusahaan lain untuk memasuki pasar;

Selain ciri-ciri monopoli diatas mungkin masih terdapat lagi ciri-ciri monopoli yang lain, yang tidak saya sebutkan diatas.




2.    Monopsoni

Pengertian Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.Kondisi Monopsoni sering terjadi didaerah-daerah Perkebunan dan industri hewan potong (ayam), sehingga posisi tawar menawar dalam harga bagi petani adalah nonsen. Perlu diteliti lebih jauh dampak fenomena ini, apakah ada faktor-faktor lain yang menyebabkan Monopsoni sehingga tingkat kesejahteraan petani berpengaruh.[5]

Pasar monopsoni adalah kegiatan jual beli di mana satu pelaku usaha/ pembeli menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan jasa dalam suatu pasar komoditas.[6] Pasar monopsoni timbul karena pengkhususan sumber untuk digunakan oleh pemakai tertentu dann imobilitas sumber yang digunakan dalam suatu daerah tertentu oleh perusahaan tertentu.

Ciri-ciri pasar monopsoni
Adapun ciri-ciri monopsoni adalah sebagai berikut:
·         Hanya ada satu pembeli.
·         Pembeli bukan konsumen, tetapi pedagang/ produsen.
·         Barang yang dijual berupa bahan mentah.
·         Harga sangat ditentukan oleh pembeli.

Kelemahan pasar monopsoni adalah pembeli bisa seenaknya menekan penjual. Produk yang tidak sesuai dengan keinginan pembeli tidak akan dibeli dan bisa terbuang.[7]
3.    Penguasaan Pasar

Penguasaan pasar merupakan proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar yang berupa[8]:

·         Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
·         Menghalangi konsumen untuk melakukan hubungan dengan pelaku usaha pesaing pada pasar bersangkutan
·         Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu

Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga melarang kegiatan penguasaan pasar oleh pelaku usaha, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain. Pasal 1 angka 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 rnerumuskan pengertian pasar adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan/atau jasa.

Dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan: Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiaran, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat[9] yaitu:

·         menolak dan/atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk rnelakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau
·         menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau
·         membatasi peredaran dan/atau penjualan barang dan/atau jasa pada pasar bersangkuran; atau melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

Dari bunyi ketentuan Pasal 19 tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, yaitu

·         menolak, menghalangi, atau menolak dan menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
·         menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungaa usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
·         membatasi peredaran, penjualan, atau peredaran dan penjualan barang, jasa, atau barang dan jasa pada pasar bersangkutan;
·         Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.




C. CONTOH KASUS[10]:

Penguasaan pasar di tangan Astro memang mengubah kebiasaan masyrakat banyak. Kini hanya mereka yang sanggup membayar Rp. 200 ribu per bulan dengan berlangganan Astro yang dapat menyaksikan sebuah liga sepakbola yang sering disebut sebagai paling kompetitif dan atraktif di dunia tersebut. Mayoritas penggemar lainnya akan hanya bisa mendengarkan cuplikan beritanya, karena satu alasan sederhana: tarif berlangganan itu terlalu tinggi untuk kondisi ekonomi mereka yang memang sangat terbatas.
Namun tentu saja, yang mengeluh bukan hanya kaum miskin. Isu ini juga diangkat oleh para pengelola lembaga penyiaran berlangganan pesaing Astro yang kehilangan salah satu program unggulan mereka. Yang dikuatirkan, monopoli di tangan Astro akan merebut pangsa pasar yang jumlahnya sudah sangat terbatas .
Dalam studi kasus monopoli siaran liga Inggris yang dilakukan oleh Astro TV banyak pasal yang bisa dikaitkan atau dikenakan, dalam pasal 19 disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa :
menolak dan atau menghalangai pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
atau mematikan usaha pesaingnya di pasar yang bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
Ada dua aspek tentang penyiaran Liga Inggris, yaitu ada hak publik dan sisi keadilan berbisnis. Hak publik harus segera dikembalikan ke publik. Masyarakat tidak mau tahu mengenai tender internasional hak siar Liga Inggris yang dimenangkan oleh ESPN Star Sport, dan untuk Indonesia hak siar tersebut dipegang hanya oleh Astro. Masyarakat hanya mengharapkan mereka bisa melihat siaran Liga Inggris dengan mudah dan gratis di TV mana pun. Mengenai aspek kedua terkait Liga Inggris, adalah dari sisi keadilan berbisnis. Hal inilah yang akan dibawa dan diselesaikan ke KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) .
Pasal lanjutan yang dikenakan adalah mengenai persekongkolan, bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain unyuk mengatur dan atau menentukan pemenag tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat . Dugaan diluncurkan para pihak yang merasa dirugikan karena diduga proses pemberian hak siar ekslusif dari ESS kepada Astro, tidak melalui mekanisme competition for the market yang wajar.
Mengenai penjualan hak siar Liga Inggris kepada Astro ini, berkembang di kalangan pertelevisian bahwa diduga dana pembelian ESS ketika memenangkan lelang tayangan Liga Inggris berasal dari Astro, sementara pihak ESS hanya bertindak sebagai broker saja.


[1] Shidarta, Catatan Seputar Hukum Persaingan Usaha, diakses 14 Mei 2014. http://business-law.binus.ac.id/2013/01/20/catatan-seputar-hukum-persaingan-usaha.htm
[2] Agus Mujtaba, Pengertian dan CIri-ciri Monopoli. Diakses 14 Mei 2014. http://pendidikan776.blogspot.com/2013/09/pengertian-monopoli-dan-ciri-ciri-monopoli.html
[3] Wikipedia: Ensiklopedia Umum, Pasar Monopoli, diakses 14 Mei 2014. http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_monopoli.htm
[4]  Ibid.
[5] Wikipedia: Ensiklopedia Umum, Monopsoni, diakses 14 Mei 2014. http://id.wikipedia.org/wiki/Monopsoni.htm.
[6] Anonymous, Pengertian Monopsoni, diakses 14 Mei 2014. http://temukanpengertian.blogspot.com/2014/01/pengertian-pasar-monopsoni.html
[7] Ibid.
[8] Odebhora, Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, diakses 14 Mei 2014. http://odebhora.wordpress.com/2011/05/17/anti-monopoli-dan-persaingan-tidak-sehat.htm
[9] Rahmat, Penguasaan Pasar, diakses 14 Mei 2014. http://ibelboyz.wordpress.com/2012/03/23/hukum-persaingan-usaha-penguasaan-pasar.htm
[10] Ibid.